BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam
bidang kesehatan kita sering mendengar kata autisme atau autis yang belakangan
ini menjadi kata yang populer untuk dibicarakan dan diperbincangkan bukan hanya
oleh para dokter, pendidik, dan orang tua saja. Namun, orang awam pun banyak
yang tertarik medengar kata ini. Seiring dengan berkembangnya kata tersebut di
masyarakat, semakin banyak pula anak yang menyandang penyakit autisme. Prevalesi
autisme meningkat dengan sangat mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Menurut Autism
Research Institute di San Diego, jumlah individu autistik pada tahun
1987 diperkirakan 1:5000 anak. Jumlah ini meningkat dengan sangat pesat dan pada
tahun 2005 sudah menjadi 1:160 anak.
Autisme
adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya
sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia 3 tahun. Gejala yang sangat
menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak memperdulikan lingkungan dan
orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta
seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autisme juga mengalami kesulitan
dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal. Autisme lebih banyak
terjadi pada pria daripada wanita, dengan perbandingan 4:1.
BAB
II
PEMBAHASAN
AUTISME
1. PENGERTIAN AUTISME
Autisme
berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisme seakan-akan
hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943
oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau
(Handjono, 2003).
Autisme
adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita,
yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang
normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam
dunia repetitive, aktivitas dan minat
yang obsesif. (Baron – Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak
dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang :
1.
Interaksi sosial
2.
Komunikasi (bahasa dan bicara)
3.
Perilaku-emosi
4.
Pola bermain
5.
Gangguan sensorik dan motorik
6.
Perkembangan terlambat atau tidak normal
Gejala
ini mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun.
Autisme
dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV
merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Pervasive Development Disorder) di luar
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
Disorder) dan ADD (Attention Deficit
Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv
(PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok
gangguan perkembangan di bawah (umbrella
term) PDD, yaitu :
1.
Autistic
Disorder (Autism)
Muncul sebelum usia 3 tahun dan
ditunjukkam adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan
bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan
aktivitas.
2.
Asperger’s
Syndrome
Hambatan perkembangan interaksi sosial
dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan
keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata
hingga di atas rata-rata.
3. Pervasive Development Disorder –
Not Otherwise Specified (PDD-NOS)
Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS
berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa
tertentu (Autisme, Asperger atau Rett
Syndrome).
4.
Rett’s
Syndrome
Lebih sering terjadi pada anak perempuan
dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang
normal kemudian terjadi kemunduran atau kehilangan kemampuan yang dimilikinya,
kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan
tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.
5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD)
Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun
pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan
yang telah dicapai sebelumnya.
Diagnosis Pervasive
Development Disorder Not Otherwise Specified (PDD – NOS)
umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya
beberapa karakteristik autisme pada seseorang (Howlin, 1998:79). National
Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di
Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme dan PDD – NOS adalah gangguan
perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa dan gejalanya muncul
sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan gangguan yang bersifat neurologis yang mempengaruhi kemampuan
berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan berhubungan dengan orang
lain. Ketidak mampuan beradaptasi pada perubahan dan adanya respon-respon yang
tidak wajar terhadap pengalaman sensoris seringkali juga dihubungkan pada
gejala autisme.
2. GEJALA-GEJALA AUTISME
Anak-anak
penyadang spektrum autisme biasanya memperlihatkan setidaknya setengah dari
daftar tanda-tanda yang disebutkan di bawah ini. Gejala-gejala autisme dapat
berkisar dari ringan hingga berat dan intensitasnya berbeda antara
masing-masing individu.
Hubungi
profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autisme,
jika anda mencurigai anak anda memperlihatkan setidaknya separuh dari
gejala-gejala ini :
Sulit
bersosialisasi dengan anak-anak lainnya.
|
|
Tertawa atau
tegelak tidak pada tempatnya.
|
|
Tidak pernah
atau jarang sekali kontak mata.
|
|
Tidak peka
terhadap rasa sakit.
|
|
Lebih suka
menyendiri, sifatnya agak menjauhkan diri.
|
|
Suka
benda-benda yang berputar / memutarkan benda.
|
|
Ketertarikan
pada satu benda secara berlebihan.
|
|
Hiperaktif/melakukan
kegiatan fisik secara berlebihan atau malah tidak melakukan apapun (terlalu
pendiam).
|
|
Kesuliatan
dalam mengutarakan kebutuhannya, suka menggunakan isyarat atau menunjuk
dengan tangan daripada kata-kata.
|
|
Menuntut hal
yang sama, menentang perubahan atas hal-hal yang bersifat rutin.
|
|
Tidak peduli
bahaya.
|
|
Menekuni
permainan dengan cara aneh dalam waktu lama.
|
|
Echolalia
(mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa).
|
|
Tidak suka
dipeluk (disayang) atau menyayangi.
|
|
Tidak tanggap
terhadap isyarat kata-kata, bersikap seperti orang tuli.
|
|
Tidak berminat
terhadap metode pengajaran yang biasa.
|
|
Tentrums (suka
mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas).
|
|
Kecakapan
motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau menendang bola
namun dapat menumpuk balok-balok).
|
|
Catatan : daftar di atas bukan
pengganti diagnosa. Hubungi professsional yang ahli untuk memperoleh diagnosa lengkap.
3. 10 JENIS TERAPI AUTISME
Dibawah
ini ada 10 jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para professional dan
memang bagus untuk autisme. Namun, jangan lupa bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses
perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu
yang lama. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak
membutuhkan jenis terapi yang berbeda.
1.
Applied
Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi
yang telah lama dipakai, telah dilakukan penelitian dan di desain khusus untuk
anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada
anak dengan memberikan positive
reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bisa diukur kemajuannya. Saat
ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
2.
Terapi
Wicara
Hampir semua anak
dengan autisme mempunyai kesulitan dalam berbicara dan berbahasa. Biasanya hal
inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistik yang non-verbal atau
kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya
cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk
berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain. Dengan hal ini terapi wicara
dan berbahasa akan sangat menolong para autisme.
3.
Terapi
Okupasi
Hampir semua anak autistik
mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku
dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pensil dengan cara yang benar,
kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih
mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar.
4.
Terapi
Fisik
Autisme adalah suatu
gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai
gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya
lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi
dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan
otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
5.
Terapi
Sosial
Kekurangan yang paling
mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi. Banyak
anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam keterampilan berkomunikasi dua
arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terapis sosial
membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan
teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.
6.
Terapi
Bermain
Meskipun terdengarnya
aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain
dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi
sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan
teknik-teknik tertentu.
7.
Terapi
Perilaku
Anak autistik seringkali
merasa frustasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa
sulit mengekspesikan kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif terhadap
suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis
perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut
dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin
anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
8.
Terapi
Perkembangan
Floortime,
Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi
perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya,
kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan intelektualnya. Terapi perkembangan
berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan keterampilan
yang lebih spesifik.
9.
Terapi
Visual
Individu autistik lebih
mudah belajar dengan melihat (visual
learners/ visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk
mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan
metode PECS (Picture Exchange Communication
System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan
keterampilan komunikasi.
10. Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan
oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik.
Mereka sangat gigih melakukan riset dan mengemukakan bahwa gejala-gejala anai
ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada
gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif,
pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan
dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Ternyata lebih banyak
anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi
dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa autisme adalah gejala menutup
diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar,
merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan bervariasi (spectrum), biasanya gangguan perkembangan
ini meliputi cara berkomunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain.
Gejala gangguan perkembangan ini sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia 3
tahun dan dapat terjadi oleh siapa pun
tanpa memandang ras, suku, stara-ekonomi, stara sosial, tingkat pendidikan,
geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.
Gangguan Spectrum Autisme
dapat menjalani terapi, yaitu Applied Behavioral Analysis (ABA), terapi wicara,
terapi okupasi, terapi fisik, terapi sosial, terapi bermain, terapi perilaku, terapi
perkembangan, terapi visual, dan terapi biomedik. Namun, apapun jenis terapi yang
dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Kecuali itu, terapi harus dilakukan
secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda.
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA